Kembali ke Jogja (2)
Candi Sambisari
September
2017. Saya sudah hampir ingat, hari itu kami berencana pergi ke candi-candi
sepenuhnya. Banyak candi-candi kecil di sekitar daerah Candi Prambanan. Kami
berangkat agak siang lalu mampir ke percetakan Mas Yudi untuk memberikan
titipan dari Mbak Atik. Pertama kami memutuskan ke Candi Sambisari karena
setahu Laras itu dekat jalan raya. Dan betul ada papan bertuliskan beberapa
ratus meter lagi apabila masuk ke gang di jalan by pass Sragen sebelum lampu merah Candi Prambanan. Namun total
perjalanan 30 menit lebih dari rumah Mas Yudi ke Candi Sambisari, melewati
jalan yang ternyata lebih panjang setelah masuk gang karena mengikuti google maps. Candi Sambisari lebih sepi
daripada candi Plaosan. Bahkan loket tiketnya pun tidak ada petugas. Akhirnya
kami meminta izin ke rumah samping belakang yang kami pastikan itu rumah penjaga.
Alhamdulilah diizinkan dan tidak ditarik uang (hehe). Candi Sambisari ini candi
tunggal berbeda dengan candi Plaosan, dan tidak ada candi perwara. Benar-benar
tunggal. Kalau saya perhatikan, Candi Sambisari lebih besar daripada Candi
Plaosan dan terlihat lebih gagah. Masuk ke candi ada tiga sisi ruang,
masing-masing ada arca namun sudah tidak utuh, sepertinya untuk berdoa. Candi
ini dekat sekali dengan rumah warga. Hitungan lima langkah pun tak sampai. Kami
mendengar anak-anak sekitar situ berkata “Buk aku main ke candi.” Menyenangkan
masa kecil anak-anak itu, seakan candi itu bagian dari rumahnya.
Candi Sari
Perjalanan
kami lanjutkan ke Candi Sari, masih dekat dengan Candi Sambisari. Kami sempat
kesasar karena google maps (lagi),
alhamdulilah bisa sampai. Candi Sari ramai, yang parkir banyak, yang berjualan
pun banyak. Sebelum masuk kami membeli batagor, lalu bungkusnya kami buang ke
tempat sampah (pencitraan nomor satu). Halaman candinya luas dan dipenuhi
taman, jadinya sejuk. Untuk sampai ke bangunan candinya harus menuruni tangga,
karena permukaan tanah candi lebih rendah. Dari luar tidak keliatan bangunan
candinya. Pemandangannya terlihat berbeda, saya suka. Dari candi-candi
sebelumnya bangunannya lebih kecil, apabila masuk hanya ada satu ruang dan
terdapat teras yang dikelilingi pagar ber-relief. Di depan candi utama ada 3
candi perwara namun 2 diantaraya sudah tidak utuh. Sambil merasakan angin
sepoi-sepoi kami membicarakan destinasi selanjutnya. Googling candi-candi di daerah Sragen akhirnya kami menemukan Candi
Tara yang lokasinya cukup dekat. Lalu kami bertanya pada petugas dimana
tepatnya Candi Tara. “Pak Candi Tara niku teng pundi enggeh?” “Pak Candi Tara
itu dimana yaa?”. Bapaknya kebingungan, seperti baru tau ada yang namanya Candi
Tara. Akhirnya beliau bertanya pada temannya, “Candi Tara lak Candi Kalasan
kuwi to mbak?’. “Candi Tara itu kan Candi Kalasan mbak?”. Lah kami berdua tidak
tahu :((. Teman dari bapak sebelumnya akhirnya menjelaskan bahwa sebutan lain
Candi Kalasan ialah Candi Tara. Beliau akan pulang ke rumahnya yang melewati
Candi Kalasan, dan menawarkan untuk menjadi petunjuk jalan karena memang kami
sudah lupa jalan kembali ke by pass. Alhamdulilah
bertemu orang baik.
Candi Sari
Sampai
di Candi Kalasan hampir jam 3, dan ternyata sudah TUTUP. Rajin bapak pejaganya
sudah ditutup saja. Padahal kami kira tutupnya jam 4. Meskipun tutup bangunan
candinya masih terlihat jelas, karena hanya ada pagar listrik yang tingginya
hanya sepinggang kami. Kesan pertama saya meliat Candi Kalasan ialah anggun dan
cantik, tak tau kenapa. Berbeda dengan candi-candi sebelumnya yang terkesan
gagah dan kokoh, Candi Kalasan jauh sekali dari kata itu. Akhirnya kami hanya bisa
berfoto dari luar saja. Bergegas ke candi lain yang tutupnya jam 4.
Laras di Candi Kalasan
Laras
menyarankan untuk candi-candi di daerah bukit. Pada akihirnya kami hanya dapat
menggapai 2 candi karena keterbatasan waktu, yaitu Candi Banyunibo dan Candi
Ijo. Beruntung Candi Banyunibo belum tutup. Di parkiran hanya ada beberapa
sepeda, tidak sampai 5. Tiket masuknya hanya Rp. 3000,00. Di dekat loket
berbaris reruntuhan arca candi, seperti arca nandi relief, dll. Bangunan yang
masih utuh ialah candi utama. Cukup kecil, hanya ada satu ruang ketika masuk
didalamnya. Apabila berdiri di candi tepat didepannya terhampar sawah yang
sangat luas. Saya suka mendapatkan pemandangan menjelang senja disitu. Laras
bilang kalau naik ke Candi Ijo pemandangannya akan jauh lebih bagus. Ia benar.
seperti ini gambaran melihat sunset di Candi Ijo apabila di foto dari bawah
(https://tripadvisor.com/media/photo-s/0a/60/85/c8/candi-ijo-di-sore-hari.jpg)
Kami
tidak membuang waktu. Perjalanan dari Candi Banyunibo ke Candi Ijo sekitar 20
menit. Kami parkir sepeda agak jauh dari candi, karena parkirandi dekat candi
penuh. Akhirnya kami berjalan, di jalanan yang naik. Saya kira di jam menjelang
tutup yang berkunjung hanya sedikit. Tapi ini tidak berlaku di Candi Ijo. RUAME
TENAN. Bahkan tiketnya sudah habis, pak loketnya menginzinkan kami masuk tanpa
tiket. Orang-orang itu sedang menanti sunset
di Candi Ijo. Letak candi utama ada di atas, dibawah hanya terdapat rerutuhan
candi yang sedang dalam tahap renovasi ketika itu. Orang-orang itu berjejer di
dekat sisi tangga untuk menikmati sunset.
Memang itu spot terbaik. Sayang kami tidak dapat tempat. Akhirnya kami turun
bawah dan mendapat tempat duduk dibawah pohon, entah apa itu. Disitu pun masih
tetap bagus. HP kami berdua mati sejak di Candi Banyunibo jadi tidak bisa mengabadikannya. Menyenangkan melihat senja di atas bukit, tak kalah indah dengan
senja di pantai Kuta. Perpaduan yang sempurna antara senja, bukit dan candi.
Cobalah.
Akhirnya kami pulang ketika matahari
sudah berganti bulan. Di perjalanan pulang, saya menyadari ternyata tidak
banyak Alfamart atau Indomart berbeda dengan Surabaya, antara satu Indomart
atau Alfamart hanya terpisah oleh jalan atau gang kecil. Kami kesusahan,
padahal kami hanya ingin membeli minuman. Terkadang ada namun di seberang
jalan, terkadang ada namun terlewatkan. Menyebalkan. Kami berjalan sedikit
pelan 40 km/jam sampai 50 km/jam. Dan menemukan Indomart. Alhamdulilah. Ramai sekali
dipenuhi orang-orang yang lelah dengan perjalanan. Seperti mereka, akhirnya
kami pun istirahat sebentar menghabiskan minuman. Usai perjalanan saya di Jogja
kala itu. Saya pulang duluan ke Surabaya naik kereta Logawa, karena Laras hendak
pulang ke Ngawi bersama Mas Yudi nantinya.
Cukup itu yang bisa saya ingat, ternyata benar ingatan saya sangat terbatas. Kalau Tuhan izinkan, saya mau kembali lagi.
Komentar
Posting Komentar